TITRASI IODOMETRI


KIMIA ANALITIK
 IODIMETRI

2011
 
 
PENDAHULUAN
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium.  Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik.
Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut iodometri
A. Larutan baku dan baku primer/sekunder
a.    Larutan baku Iodium yang dibakukan dengan Arsen trioksida sebagai baku primer atau dibakukan dengan larutan baku natrium tiosulfat sebagai baku sekunder.
b.    Larutan baku natrium tiosulfat yang dibakukan dengan Kalium bikromat sebagai baku primer atau dibakukan dengan larutan baku Iodium sebagai baku sekunder.
c.    Larutan baku Kalium Bromat yang dibakukan dengan larutan baku natrium tiosulfat sebagai baku sekunder. ( dipakai untuk penetapan kadar secara iodometri yang melibatkan substitusi bromine dengan iod, misalnya penetapan kadar tiroid)
d.    Larutan baku kalium Iodat yang dibakukan dengan larutan baku natrium tiosulfat. ( dipakai untuk penetapan kadar secara iodometri dimana kalium iodat bertindak sebahan bahan pengoksidasi, hasil reaksi membebaskan iod yang kemudian dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat, misalnya penetapan kadar Kalium iodide)
 
B. Penentuan Titik Akhir Titrasi Redoks
Seperti yang telah kita ketahui bahwa titik akhir titrasi (TAT) redoks dapat dilakukan dengan mengukur potensial larutan dan dengan menggunakan indikator. TAT dengan mengukur potensial memerlukan peralatan yang agak lebih banyak seperti penyediaan voltameter dan elektroda khusus, dan kemudian diikuti dengan pembuatan kurva titrasi redoks maka dengan alasan kemudahan dan efisiensi maka TAT dengan menggunakan indikator yang lebih banyak untuk diaplikasikan.
a.    Indikator kanji ( konsentrasi 0,5% yang dibuat segar dengan menggunakan pati larut yaitu β-amilosa).
b.    Instrument : Potensiometri atau amperometri.
c.    Warna iod dalam pelarut organik misalnya karbon tetraklorida dan kloroform. ( khusus untuk titrasi yang tidak memungkinkan penggunaan indikator kanji, sehingga tidak perlu ditambahkan indikator). Warna merah ungu dari iodin dalam karbon tetraklorida dapat dilihat pada larutan iodin dengan kepekatan yang sangat rendah, sifat inilah dipakai untuk menentukan titik akhir titrasi dengan hilangnya warna merah ungu pada lapisan karbon tetraklorida.Selain karbon tetraklorida, dapat juga dipakai kloroform sebagai indikator dengan sifat yang sama dengan karbon tetraklorida.
 
C. Jenis Indikator Pada Titrasi Redoks
1. Indikator Sendiri
Apabila titrant dan analit salah satunya sudah berwarna, sebagai contoh penentuan oksalat dengan permanganate dimana lautan oksalat adalah larutan yang tidak berwarna sedangkan permanganate berwarna ungu tua, maka warna permanganate ini dapat dipakai sebagai indikator penentuan titik akhir titrasi. Pada saat titik akhir titrasi terjadi maka warna larutan akan berubah menjadi berwarna merah muda akibat penambahan sedikit permanganate. Karena titik akhir titrasi terjadi setelah titik equivalent terjadi (baca: TAT diamati setelah penambahan sejumlah kecil permanganate agar tampak warna merah muda ) maka penggunaan blanko sangat dianjurkan untuk mengkoreksi hasil titrasi pada waktu melakukan titrasi ini. Contoh lain titrasi redoks yang melibatkan indikator sendiri adalah titrasi alkohol dengan menggunakan kalium dikromat.
2. Indikator Amilum
Indikator amilum dipakai untuk titrasi redoks yang melibatkan iodine. Amilum dengan iodine membentuk senyawa kompleks amilum-iodin yang bewarna biru tua.
Pembentukan warna ini sangat sensitive dan terjadi walaupun I2 yang ditambahkan dalam jumlah yang sangat sedikit. Titrasi redoks yang biasa menggunakan indikator amilum adalah iodimetri dan iodometri.
3. Indikator Redoks
Indikator redoks melibatkan penambahan zat tertentu kedalam larutan yang akan dititrasi. Zat yang dipilih ini biasanya bersifat sebagai oksidator atau reduktor lemah atau zat yang dapat melakukan reaksi redoks secara reversible. Warna indikator dalam bentuk teroksidasi dengan bentuk tereduksinya berbeda sehingga perubahan warna ini dapat dipakai untuk penentuan titik akhir titrasi redoks. Reaksi indikator dapat dituliskan sebagai berikut: (Inox bentuk teroksidasi dan Inred bentuk tereduksi)
 
Inox + ne-  <->  Inred
Indikator redoks berubah warnanya pada kisaran potensial tertentu (hal ini analog dengan perubahan indikator asam –basa yang berubah pada kisaran pH tertentu untuk membacanya
 
D. Hal-hal yang harus diperhatikan
a.    Pada umumnya oksidasi langsung dengan iod (Iodimetri) dilakukan untuk bahan-bahan dengan potensial oksidasi yang lebih rendah dari Iod, dan sebaliknya.
b.    Oksidasi oleh oksigen atmosfer pada reaksi oksidasi KI dalam medium asam kuat, dapat menghasilkan nilai titer yang salah sehingga menyebabkan kesalahan estimasi/perkiraan.
c.    Iodometri tidak pernah dilakukan dalam medium basa karena reaksi antara Iod (I2) dengan hidroksida akan menghasilkan ion hipoiodit dan iodat akan akan menjadi 2I-. Dimana 2 mol I- akan mengoksidasi parsial tiosulfat menjadi bentuk oksidasi yang lebih tinggi seperti SO42-

IODIMETRI
A.   PENGERTIAN
Merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodine dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat.Iodimetri merupakan titrasi redoks yang melibatkan titrasi langsung I2 dengan suatu agen pereduksi.
I2 merupakan oksidator yang bersifat moderat, maka jumlah zat yang dapat ditentukan secara iodimetri sangat terbatas, beberapa contoh zat yang sering ditentukan secara iodimetri adalah H2S, ion sulfite, Sn2+, As3+ atau N2H4. Akan tetapi karena sifatnya yang moderat ini maka titrasi dengan I2 bersifat lebih selektif dibandingkan dengan titrasi yang menggunakan titrant oksidator kuat.
Iodimetri adalah oksidasi kuantitatif dari senyawa pereduksi dengan menggunakan iodium. Iodimetri ini terdiri dari 2, yaitu ;
a.    Iodimetri metode langsung, bahan pereduksi langsung dioksidasi dengan larutan baku Iodium. Contohnya pada penetapan kadar Asam Askorbat.
b.    Iodimetri metode residual ( titrasi balik), bahan pereduksi dioksidasi dengan larutan baku iodium dalam jumlah berlebih, dan kelebihan iod akan dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. Contohnya pada penetapan kadar Natrium Bisulfit.
 
B.   LARUTAN TITRAN
 
Larutan pada titran menggunakan iodium. Iodium  merupakan zat padat yang sukar larut dalam air (0,00134 mol/L) pada 25C , namun sangat larut dalam larutan yang mengandung ion iodida . iod membentuk kompleks triiodida dengan iodida :
I2 + I- →   I3-
Larutan iodium standar dapat dibuat dengan menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam botol volumetrik.  Iodium, dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada suatu larutan KI pekat, yang ditimbang dengan teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium.  Akan tetapi biasanya larutan distandarisasikan terhadap suatu standar primer, As2O3 yang paling biasa digunakan.
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida.
 
C.   LARUTAN BAKU PRIMER
Pada umumnya larutan I2 distandarisasi dengan menggunakan standar primer As2O3.  Arsen (III) oksida merupakan standar primer yang baik dan paling sering dipergunakan. Senyawa ini stabil, nonhigroskopis dan tersedia dengan tingkat kemurnian yang tinggi. As2O3 dilarutkan dalam natrium hidroksida dan kemudian dinetralkan dengan penambahan asam. Disebabkan kelarutan iodine dalam air nilainya kecil maka larutan I2 dibuat dengan melarutkan I2 dalam larutan KI, dengan demikian dalam keadaan sebenarnya yang dipakai untuk titrasi adalah larutan I3-. Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida.
I2 + I-  à I3-
 
C. SUASANA TITRASI
Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral atau dalam kisaran asam lemah sampai basa lemah. Pada pH tinggi (basa kuat) maka iodine dapat mengalami reaksi disproporsionasi menjadi hipoiodat.
I2 + 2OH- à IO3-  +  I-  + H2O
Sedangkan pada keadaan asam kuat maka amilum yang dipakai sebagai indicator akan terhidrolisis, selain itu pada keadaan ini iodide (I-) yang dihasilkan dapat diubah menjadi I2 dengan adanya O2 dari udara bebas, reaksi ini melibatkan H+ dari asam.
4I- + O2 + 4H+  -> 2I2 + 2H2O
 
D. INDIKATOR
Titrasi dilakukan dengan menggunakan amilum sebagai indicator dimana titik akhir titrasi diketahui dengan terjadinya kompleks amilum-I2 yang berwarna biru tua. Beberapa reaksi penentuan dengan iodimetri ditulis dalam reaksi berikut:
H2S + I2 -> S + 2I- + 2H+
SO32- + I2 + H2O -> SO42- + 2I- + 2H+
Sn2+  + I2  -> Sn4+ + 2I-
H2AsO3 + I2 + H2O -> HAsO42- + 2I- + 3H+
 
 

 


Written by

1 komentar:

  1. Gak sinkron antara judul awal iodometri pas dibuka iodimetri

    BalasHapus